Saya kenal Koil sekitar tahun 1999, masih kuliah, belum punya albumnya. Saya diantar kakak saya sedang menonton satu pertunjukan kecil di bandung. Di panggung ada latar kain hitam bertuliskan huruf k dilingkari 12 bintang. Setelah beberapa band main, muncullah 4 orang laki-laki dipanggung, mereka masih manggung memakai baju kotak-kotak, belum memakai atribut khasnya seperti sekarang. Saat itu cuma tahu nama band-nya koil, vokalisnya di panggung tampak cakep, drummernya badannya belum sebesar sekarang, gitarisnya dua. Lagi tengah nonton, diajak pulang oleh kakak saya. Sesudah itu, saya tidak pernah lagi menonton mereka manggung, tidak pernah berusaha mencari tahu itu apa dan siapa, bahkan saya ingat, saat sedang berada di satu toko kaset sekitar tahun 2000, saya lebih memilih untuk membeli kaset Puppen - Not A Pup daripada kaset Koil bercover hijau.
Sampai kemudian akhir tahun 2001 atau awal tahun 2002. Saat itu saya sudah hampir lulus kuliah, Trie, pacar saya yang sekarang jadi partner saya untuk seumur hidup, mengajak saya nonton event di smu 8 bandung, nonton Koil katanya. Diajak ke backstage, bengong liat dandanan mereka yang berubah dan berbeda dari waktu pertama kali nonton, bengong liat rambut gimbal vokalis Koil yang kemudian saya tau dipanggil Otong, berkenalan dengan Doni, Leon, Bobi, juga beberapa teman yang lain yang saat itu ada disana, nonton dan terpesona. Tidak lama dari situ, februari 2002, megaloblast rilis. Saya minta kasetnya, jatuh cinta saat membaca liriknya dan sejak saat itu, telinga saya tidak bisa lepas dari lagunya Koil. Kenal dan berteman baik dengan seluruh anggota band dan bahkan bekerja bersama mereka, adalah bonus.
Sekarang, pertengahan tahun 2009. Terlalu banyak untuk ditulis jika saya harus bercerita tentang pengalaman saya pribadi dengan Koil, yang saya mau singgung justru adalah sisi lain dari pertemanan saya dengan band ini, yaitu berkenalan dan berteman dengan banyak fans loyal dari band ini. Salah satunya adalah Jaka Kandaga, yang justru baru bertemu ketika album Blacklight Shines On rilis medio tahun lalu, padahal sudah bertahun-tahun yang lalu dia sering mengunjungi Omuniuum, toko kecil yang saya kelola sampai saat ini.
Dengan Jaka kemudian saya banyak berbagi energi, entah itu nonton konser bareng, membantu projek dia untuk bikin kaos bootleg alias kaos tidak resmi yang dibikin dari oleh dan untuk fans Koil, berbagi tugas mengelola unofficial blognya Koil, http://megaloblast.blogspot.com, berbagi memorabilia band, mengumpulkan kembali nama dan data fans di beberapa kota dengan cita-cita kalau nonton Koil di kota manapun, selalu ada teman bersama untuk menonton. Mulai dari situ kemudian saya kembali bertemu dengan banyak fans Koil lain yang muncul kembali ke permukaan setelah album Blacklight Shines On rilis. Beberapa sudah saya kenal semenjak era Megaloblast, tapi banyak sekali muka-muka baru yang saya belum tahu. Dari berbagai kota, Bandung, Jakarta, Balikpapan, Malang, Jogjakarta, Semarang, Tasikmalaya, banyak lagi, perorangan atau berkelompok.
Dari sana sempat ada wacana untuk menghidupkan kembali fans club koil, KKK. Dulu, medio tahun 2004, memang sempat ada fans club Koilyang resmi bernama KKK, Koil Killer Klub, ada nomer dan kartu anggota, ada booklet resmi dan ada beberapa faslitas dari bandnya juga, tapi karena banyak hal, pengurusnya bubar dan KKK hanya tinggal nama. Sesudah itu muncul juga nama Tenko atau Tentara Koil yang diprakarsai fans Koil di jakarta, beberapa dari mereka sempat muncul dan ikut syuting untuk klip semoga kau sembuh. Tidak ada data yang cukup valid untuk menghitung berapa banyak fans Koil, kecuali kalau melihat anggota fans di page facebooknya Koil yang mencapai angka 6000 lebih.
Dari fans-fans yang terlacak dan saya kenal ini kemudian saya dibuat terkagum-kagum melihat stamina dan energi mereka untuk terus mencintai band ini. Yang norak tentu saja ada, tapi mungkin kalau saya juga tidak punya akses ke band saya pikir juga saya bakal jadi penggemar yang harus selalu mengejar-ngejar manajemen atau band untuk selalu tau apa yang mereka kerjakan saat ini. Beda dengan teriak-teriak pas manggung, tentu saja saya biasanya ikut ada di garis depan dan menyanyi bersama. O, ya, satu hal sebetulnya kenapa saya juga masih bertahan buat ikut nonton konser Koil, selain karena memang menemukan energi yang berbeda ketika berhadapan dengan mereka sehari-hari dan menonton mereka diatas panggung, untuk ukuran fans Koil yang kebanyakan laki-laki, kelakuannya berbeda dari fans band keras lain yang saya temui di konser-konser. Mulutnya mungkin agak kurang ajar, tapi tangannya tidak.
Kembali bicara tentang tribute, setelah sebelumnya membuat merchandise bootleg, sekitar desember 2008, dari Jaka dan beberapa teman kemudian muncul ide untuk membuat album Tribute to Koil. Hasil penjualan kaos bootleg yang tidak seberapa diputuskan untuk menjadi modal. Cukup atau tidak cukup, bagaimana nanti. Saya sendiri tidak ikut dalam proses pencarian band dan lain-lain, hanya sebagai partner sharing dan menjembatani obrolan dengan band. Dua minggu yang lalu, ditengah kesibukannya menghadapi hari besarnya sendiri, Jaka menghubungi dan bilang kalau materi album sudah hampir siap. Dari sekian banyak band yang dihubungi, akhirnya terkumpul sekitar 12 lagu dari 12 band, masing-masing band membawakan lagunya Koil berbagai judul dengan versi sesuai dengan aliran band-nya masing-masing. Materi lagu disepakati untuk diperdengarkan ke Koil-nya langsung, sekaligus meminta ijin untuk merilis album ini.
Saya saat ini masih belum membayangkan reaksi orang terhadap apa yang dikerjakan oleh fans-fans Koil yang setia ini. Apakah ada yang suka, marah, kagum, mencibir karena dianggap ingin meraih popularitas atau mungkin juga membayangkan kalau fans Koil cukup kaya raya untuk membuat dan merilis album tribute. Semua orang berhak punya penilaian masing-masing, sama halnya dengan semua orang juga punya hak untuk menyatakan cinta dan kekagumannya terhadap suatu hal. Mereka memilih lagu yang menurut mereka paling menginspirasi dan paling disukai, mengubahnya, menafsirkannya kembali sesuai dengan apa yang mereka bisa. Beberapa diantaranya ternyata lebih memekakkan telinga di banding lagu aslinya sendiri, yang lain membuatnya seperti mendengarkan sound Koil beberapa tahun silam, lalu ada juga yang membuatnya berbeda dan bahkan untuk telinga saya, ada juga yang saya skip karena saya kurang suka. Terlepas dari kualitas, bentuk, rasa, selera, buat saya, meskipun semua hal-hal techie tampak penting, ketika album ini tiba ditangan saya yang terbayang kemudian adalah kerja yang mereka lakukan untuk menyampaikan pada banyak orang bahwa mereka terinspirasi oleh Koil dan kemudian mewujudkannya dalam bentuk seperti ini.
Terakhir, karena tampaknya tulisan ini akan sulit saya hentikan, jika tidak memaksa diri sendiri untuk berhenti, menyenangkan sekali berada ditempat saya saat ini. Berada ditengah semuanya, menyaksikan sebuah band tumbuh berkembang sedemikian rupa dan bertahan selama sekian tahun sekaligus juga menjadi pengagum dan menjadi saksi dari banyak orang yang juga sama-sama terinspirasi dan mungkin juga sekaligus bertanya-tanya, mengapa kami begitu mencintai band yang tidak bisa dipercaya ini ?
Selamat mendengarkan, Vive Le Koil!
+ boit +
*semacam pengantar di http://bakar2009.multiply.com untuk rilisnya Tribute to Koil pt. 1 ..
No comments:
Post a Comment